Monday, March 19, 2012

BOARDING OR FULL DAY SCHOOL



Berpikir tentang inovasi, tentu harus tiada pernah henti. Mendesain dan memberikan layanan pendidikan yang mampu menjawab kebutuhan user (baca : pengguna) bukanlah suatu hal yang mudah. Harus melalui berbagai tahapan "need analysis" dan perlu keberanian untuk menerapkannya.
Sekolah swasta memiliki wewenang penuh untuk mendesain sistem pendidikan yang berkarakter sesuai dengan yayasan yang menaunginya. Di lain sisi sekolah swasta yang "ecek-ecek" tentu tidak akan mendapatkan tempat dihati user. Pada akhirnya sekolah tersebut hanya akan tinggal nama alias tumbang.
Muhammadiyah, telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai penyedia layanan pendidikan yang berkualitas. Tentu kita sepakat bahwa belum semua sekolah Muhammadiyah yang ada di Indonesia telah memenuhi standar kualitas sebagaimana telah ditetapkan. Tidak sedikit juga sekolah Muhammadiyah yang harus berganti label dari SMP ke SMK karena ditinggalkan masyarakat. Tentu saja alasan masyarakat meninggalkan adalah sekolah tersebut kurang bermutu, asal berdiri, manajemen sekolahnya buruk, dan tidak memiliki keunggulan yang pantas untuk dibanggakan. Di sisi lain tidak sedikit pula sekolah Muhammadiyah yang mampu mensejajarkan diri dengan sekolah RSBI, bahkan melampaui. Namun itu pun masih kecil prosentasenya dari jumlah sekolah yang ada.
Perguruan Muhammadiyah Kendal mulai dari TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK berjumlah lebih dari cukup dengan rasio jumlah anak usia sekolah. Namun hanya beberapa sekolah yang sedikit lebih unggul dari sekolah swasta lain. Prestasi yang diraih pun masih "arang-arang" dan belum menggetarkan publik Kendal.
Hal tersebut menjadi pemikiran para stakeholder Muhammadiyah khususnya Pucuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kendal khususnya Majlis Dikdasmen, bagaimana caranya mengolah sekolah menjadi produk unggulan yang tidak hanya diminati masyarakat namun juga diserbu oleh user. Bagaimana pengurus Majlis dikdasmen mampu menyuguhkan sekolah yang sesuai dengan karakteristik masing-masing kecamatan tempat sekolah berada. Ini bukan pekerjaan yangmudah, namun juga tidak sulit selama terus berpikir dan berikhtiar.
Baru-baru ini fenomena pendirian "Boarding School" menjadi topik menarik di kalangan masyarakat Muhammadiyah. Semua berlabel Darul Arqam. Buat saya selaku penulis artikel ini, ini terkesan latah dan ikut-ikutan. Dalam teori inovasi, bahwa inovasi yang dilakukan karena ikut-ikutan itu akan menghasilkan sesuatu yang tidak menggetarkan, dalam bahasa jawa "kok podo kae"..."ah wis tau"...dsb.

A. Boarding School

Kehadiran boarding school adalah suatu keniscayaan zaman kini. Keberadaannya merupakan suatu konsekuennsi logis dari perubahan lingkungan sosial dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Pertama, lingkungan sosial kita kini telah banyak berubah terutama di kota-kota besar. Sebagian besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang homogen, kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau marga telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan plural. Hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa lingkungan sosial seperti itu sudah tidak lagi kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan moralitas anak.
Kedua, keadaan ekonomi masyarakat yang semakin membaik mendorong pemenuhan kebutuhan di atas kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan menengah-atas yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi sehingga mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan pekerjaan berimplikasi pada tingginya penghasilan mereka. Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima orang tuanya.
Ketiga, cara pandang religiusitas. Masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah. Kecenderungan terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak ke arah yang semakin religius. Indikatornya adalah semakin diminati dan semaraknya kajian dan berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi negatif dengan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan ruhani dan jasmani. Untuk itu masyarakat tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak mereka. Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem pendidikan alternatif.
Dari ketiga faktor di atas, sistem pendidikan boarding school seolah menemukan pasarnya. Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikontruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menimba ilmu untuk menggapai harapan hidup yang lebih berkualitas.

B. Full Day School

Inovasi dalam dunia pendidikan adalah sebuah keniscayaan. Munculnya berbagai inovasi dalam dunia pendidikan mestinya disikapi sebagai fenomena alamiah memenuhi kebutuhan tuntutan perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Pemberlakuan Full day school (sekolah sehari penuh) di beberapa sekolah, khususnya perkotaan, adalah fragmen kecil inovasi pendidikan, yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan dan menolong para orang tua yang sibuk.
Full day school, diadopsi dari negara-negara maju, seperti Jepang, negara Eropa, dan Amerika. Sebagai sebuah inovasi pendidikan, penerapan full day school harus diawali dengan sebuah kajian menyeluruh terhadap semua aspek yang bersentuhan dengan penerapan sistem full day school. Adopsi berbagai praksis pendidikan dari luar negeri harus diadaptasikan dengan kondisi internal dan eksternal satuan pendidikan.
Full day school, tidak hanya sekolah sehari penuh, tetapi lebih dari itu. Ada beberapa sekolah menerapkan full day school hanya sekedar latah, hanya sekedar mengikuti trend tanpa mempersiapkan secara matang sebelum menerapkan full day school. Beban kurikulum yang selama ini dipandang oleh banyak pakar pendidikan terlalu gemuk, kemudian semakin gemuk saat beberapa kurikulum khas lokal sekolah ditambahkan ke dalam kurikulum wajib nasional. Jika penerapan full day school hanya berbasis pada penambahan waktu belajar dan tidak mengindahkan kaidah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM), maka pemberlakuan full day school akan menjadi “penjara” bagi peserta didik.
Bagi sekolah yang sudah menerapkan full day school namun tidak menyiapkan semua kebutuhan ideal bagi sebuah sekolah sehari penuh, seperti memiliki ruangan yang nyaman untuk didiami berjam-jam, diyakini pembelajaran over time-nya akan tidak efektif. Di samping kondisi ruang belajar yang nyaman, pembelajaran di sekolah sehari penuh harus menerapkan prinsip PAIKEM. Pembelajaran konvensional, metode chalk and talk, ceramah verbal, akan sulit membuat peserta didik tahan berlama-lama di ruang belajar.
Pilihan bebarapa sekolah diperkotaan untuk menerapkan sekolah sehari penuh tidak terlepas dari prinsip suply and demand, ada permintaan ada penawaran. Banyak orang tua di kota-kota besar yang tidak memiliki waktu untuk menemani dan mengawasi anak-anak mereka setelah pulang sekolah, karena sibuk dengan pekerjaannya. Ketika beberapa sekolah menawarkan konsep sekolah sehari penuh, serta merta banyak orang tua yang berminat memasukkan anak-anaknya ke sekolah sehari penuh. Sekolah yang menerapkan konsep sekolah sehari penuh, terutama sekolah berbasis agama, laris diserbu peminat. Banyak orang tua yang tidak peduli dengan mahalnya biaya pendidikan full day school. Saat orang tua tidak memiliki waktu untuk mengawasi anak-anaknya, sekolah dipandang sebagai tempat yang paling aman bagi anak sampai orang tuanya pulang dari bekerja.
Sekolah full day, berkembang menjadi sebuah sekolah eksklusif.sekolah full day berorientasi kepada peningkatan mutu pendidikan, tidak hanya sekedar menggantikan peran orang tua ketika orang tua sibuk bekerja, maka akses bagi siswa kurang mampu harus diperlebar. Idealnya, sekolah yang menerapkan full day, orientasi peningkatan mutu pendidikan yang menjadi tujuan utama, bukan mengedepankan pelayanan menggantikan fungsi orang tua ketika sibuk bekerja.
Kurikulum sekolah full day harus menyeimbangkan pengembangan intelektual dengan ranah pengembangan sosial. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada siang hari, sebaiknya diarahkan pada kegiatan untuk mengasah kemampuan emosional dan interaktif sesama siswa. Misalnya, kegiatan drama, olahraga, atau kegiatan keagamaan.

C. Simpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, maka sebagai pelaku dan pemerhati pendidikan khususnya di Muhammadiyah, kita dapat "metani" mana yang cocok diterapkan di sekolah kita yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tentunya daerah pegunungan dengan perkotaan tidak bisa disamakan. Semua sesuai dengan porsi dan karakteristik masyarakatnya.
Bersikap dan bertindak bijaksana, merupakan strategi inovasi yang harus dilakukan, sehingga tidak terkesan latah dan ikut-ikutan yang sedang "in" sekarang.
Selamat berinovasi untuk semua Panglima Sekolah Muhammadiyah...

*Dian Fajarwati
- Staff Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) Indonesia
- Mahasiswa Program Doktor Manajemen Pendidikan UNNES angkatan tahun 2010.
- Mantan Kepala SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu Kab. Kendal

No comments:

Post a Comment